Minggu, 08 November 2009

Kemosintesis di Area Laut Dalam

Kita tentu sepakat jika dikatakan bahwa segala bentuk kehidupan yang ada di permukaan bumi sangat tergantung pada matahari. Manusia dan hewan memanfaatkan energi matahari yang disimpan oleh tumbuhan, alias memanfaatkan energi secara tak langsung. Sementara tumbuhan langsung menyerap energi matahari untuk melancarkan proses fotosintesis yang menjadi bagian vital dalam kehidupannya. Namun, perlu kita ketahui bahwa pada area laut dalam, pada kedalaman ribuan meter, dimana sinar matahari tak sanggup menembus ke dalamnya, terdapat sebuah ekosistem kehidupan yang sama sekali tidak membutuhkan sinar matahari. Hingga tahun 1970, hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya kehidupan pada laut dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar hydrothermal vents mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut hidup dalam keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang tinggi dan temperatur 149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hidrogen sulfida, yang sangat beracun pada kehidupan di daratan. Penemuan revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan oksigen ini meningkatkan kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam semesta ini.

Organisme – organisme yang hidup di area laut dalam membentuk sebuah ekosistem. Ekosistem unik ini hanya berkembang di daerah yang secara geomorfologis diistilahkan sebagai punggungan tengah samudera (mid oceanic ridge) atau di sekitar hydrothermal vents (tempat keluarnya air panas dari perut bumi). Air yang mengandung mineral dan nutrien tersebut merembes ke dalam lantai samudera. Setelah dipanaskan oleh aktivitas yang vulkanis, air ini kemudian menyebar ke dalam air samudera yang dingin. Hal ini menyebabkan terbentuknya logam di dalam air panas, lalu berubah secara kimia dan membuat lubang air menyembur seperti asap.

Pada tahun 1977, tercatat penemuan penting dalam bidang biologi laut-dalam. Penyelaman kapal selam Alvin di 200 mil timur laut Kepulauan Galapagos pada kedalaman 27000 m, menemukan bentuk kehidupan bahari yang melimpah di sekitar empat lokasi air mancur panas di dasar samudera. Sedangkan jauh dari lokasi tersebut, dasar samudera tampak gersang. Temperatur air di lokasi air mancur berkisar 5-8 ºC atau lebih tinggi dari temperatur normal yang terdapat di kedalaman laut seperti itu. Air di empat lokasi air mancur panas itu mengandung H2S dengan konsentrasi tinggi. Bakteri belerang menggunakan HS itu sebagai sumber energi nutritif. Melalui mekanisme kemosintesis, bakteri tersebut menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar. Bahan organik itu menjadi mata rantai makanan dalam ekosistem laut-dalam yang kondisi ekologisnya dingin, gelap, dan miskin energi. Akibat adanya air mancur panas, terjadi fenomena yang menakjubkan. Bagaikan oasis di dasar samudera, lokasi air mancur panas dan sekitarnya berlimpah dengan kerang raksasa, ketam, cacing pipa, dan berbagai jenis hewan. Penemuan ini cukup menggemparkan karena sebagian besar hewan yang ditemukan berukuran raksasa. Penemuan fenomena serupa juga terjadi di samudera Pasifik antara 20º LU dan 20º LS.

Karena tidak ada cahaya matahari, maka tentu saja tidak ada tumbuhan di area ini. Itu berarti harus ada produsen lain di area ini. Bakteri merupakan produsen yang mendukung komunitas ini. Bakteri ini melakukan proses kemosintesis. Kemosintesis merupakan contoh reaksi anabolisme selain fotosintesis. Kemosintesis adalah konversi biologis satu molekul karbon atau lebih (biasanya karbon dioksida atau metana), senyawa nitrogen dan sumber makanan menjadi senyawa organik dengan menggunakan oksidasi molekul anorganik (contohnya gas hidrogen, hidrogen sulfida) atau metana sebagai sumber energi, daripada cahaya matahari, seperti pada fotosintesis. Banyak mikroorganisme di daerah laut dalam menggunakan kemosintesis untuk memproduksi biomassa dari satu molekul karbon. Dua kategori dapat dibedakan. Pertama, di tempat yang jarang tersedia molekul hidrogen, energi yang tersedia dari reaksi antara CO2 dan H2 (yang mengawali produksi metana, CH4) dapat menjadi cukup besar untuk menjalankan produksi biomassa. Kemungkinan lain, dalam banyak lingkungan laut, energi untuk kemosintesis didapat dari reaksi antara O2 dan substansi seperti hidrogen sulfida atau amonia. Pada kasus kedua, mikroorganisme kemosintetik bergantung pada fotosintesis yang berlangsung di tempat lain dan memproduksi O2 yang mereka butuhkan. Demikianlah kemosintesis di area laut dalam berlangsung, sehingga organisme – organisme yang hidup di area ini bisa memperoleh hasil energi dari proses kemosintesis tersebut. Pada akhirnya, mereka bisa mempertahankan hidup.

1 komentar: